Posts

Puisi: Perjalanan Hidup oleh Nicma Faneri

Ku berjalan .. berjalan terus tanpa henti Sekalipun kaki telah lelah .. lelah untuk menapaki jalanan yang berduri Harus aku terjang Kerikil-kerikil tajam Yang menghadang.. ku tak akan lelah berjalan Aku hanya insan Tuhan.. Berjalan sendiri dalam kesunyian Mencari apa yang ku cari Mencari mimpi yang telah pergi Aku memiliki mimpi ingin ku Raih mimpi itu Namun.. Mimpi itu terlalu tinggi. Mampukah aku.. Sampaikah tanganku untuk meraih mimpi itu.. Mungkinkah?.. Oh Tuhan.. Engkau sang maha penyayang Tempat di mana aku meminta dan mencurahkan segala kepenatan.. Tunjukan arah yang benar Agar ku dapatkan jalan Untuk meraih mimpi dan masa depan yang cerah .. *** © Nicma Faneri

Puisi: Tanamkanlah Kejujuran oleh Rudy Azhar

Aku bukanlah sempurna Aku bukanlah rona yang lepas dari noda dan dosa Namun aku selalu berusaha dalam kehidupan Untuk selalu mengedepankan kejujuran. Bagiku maya maupun nyata haruslah ada satu ruas kejujuran di sana Ruas yang tetap menjejakkan kaki di bumi Agar jangan sampai salah pengertian terjadi. Bagiku penting untuk memulai semua dengan kejujuran Untuk menghindar ruang fitnah dan kesalah-pahaman Dalam ruang imajinasi di tulisan puisi Temukan ruang cermin hati kacamu di sini. Ya, ruang cermin-cermin hati Yang akan dapat menelanjangi diri Walau dirimu berbalut indah impian maya Namun jangan lupa identitas dunia nyata. Tanamkanlah kejujuran dimanapun jua Sebagai jejak-jejak pualam dirimu nantinya... *** © Rudy Azhar

Puisi: Doa oleh Chairil Anwar

Kepada pemeluk teguh, Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut nama-Mu Biar susah sungguh Mengingat Kau penuh seluruh Caya-Mu panas suci Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi Tuhanku Aku hilang bentuk remuk Tuhanku Aku mengembara di negeri asing Tuhanku Di pintu-Mu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling oleh Chairil Anwar 13 November 1943

Puisi: Sudah Dulu Lagi oleh Chairil Anwar

Sudah dulu lagi terjadi begini Jari tidak bakal teranjak dari petikan bedil Jangan tanya mengapa jari cari tempat di sini Dan jangan tanya siapa akan menyiapkan liang penghabisan Yang akan terima pusaka: kedamaian antara runtuhan menara Sudah runtuh lagi, sudah dulu lagi Jari tidak bakal teranjak dari petikan bedil. *** © Chairil Anwar

Puisi: Buat Album D.S oleh Chairil Anwar

Seorang gadis lagi menyanyi Lagu derita di pantai yang jauh, Kelasi bersendiri di laut biru, dari Mereka yang sudah lupa bersuka. Suaranya pergi terus meninggi, Kami yang mendengar melihat senja Mencium belai si gadis dari pipi Dan gaun putihnya sebagian dari mimpi. Kami rasa bahagia tentu ‘kan tiba, Kelasi mendapat dekapan di pelabuhan Dan di negeri kelabu yang berhiba Penduduknya bersinar lagi, dapat tujuan. Lagu merdu! apa mengertikah adikku kecil yang menangis mengiris hati Bahwa pelarian akan terus tinggal terpencil, Juga di negeri jauh itu surya tidak kembali? *** © Chairil Anwar

Puisi: Kepada Pelukis Affandi oleh Chairil Anwar

Kalau, ‘ku habis-habis kata, tidak lagi berani memasuki rumah sendiri, terdiri di ambang penuh kupak, adalah karena kesementaraan segala yang mencap tiap benda, lagi pula terasa mati kan datang merusak. Dan tangan ‘kan kaku, menulis berhenti, kecemasan derita, kecemasan mimpi; berilah aku tempat di menara tinggi, di mana kau sendiri meninggi atas keramaian dunia dan cedera, lagak lahir dan kelancungan cipta, kau memaling dan memuja dan gelap-tertutup jadi terbuka! *** © Chairil Anwar

Puisi: Krawang - Bekasi oleh Chairil Anwar

Krawang - Bekasi Kami yang kini terbaring antara Krawang – Bekasi tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi. Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju dan berdegap hati? Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. Kenang, kenanglah kami. Kami sudah coba apa yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa Kami sudah beri kami punya jiwa Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa Kami cuma tulang-tulang berserakan Tapi adalah kepunyaanmu Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa, Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata Kaulah sekarang yang berkata Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kenang, kenanglah kami Teruskan,